Sabtu, 16 Mei 2015

Cerita Pendek ~Gerbang Rintihan Lika


Gerbang Rintihan Lika

            Pukul telah menunjukkan 02.30 namun Lika belum dapat memejamkan matanya. Ia masih memikirkan kedua orang tuanya, mamanya yang sibuk dengan karir perusahaan dan papanya yang hampir tak pernah pulang untuk menemuinya karena banyaknya pertemuan yang harus ia hadiri, membuatnya lupa jika ia masih memiliki keluarga.
            “selamat malam putri cantik papa, have nice dream yaa” pesan dari papa yang setiap hari ia kirim pada pukul 21.00
            “uhhh selalu begini, aku udah bosan dengan cara seperti ini, yang aku minta papa pulang”celotehnya dalam hati.
            “gini nih akibat kedua orang tua yang hanya memikirkan pekerjaan, uang, uang, dan uang yang hanya mereka pikirkan. Aku tak butuh uang, aku hanya butuh kebahagiaan bersama mama dan papa, uhhhh” keluhnya.
            “kriiiinggggg” alarm pun berbunyi menunjukkan pukul 06.00, dan Lika pun masih terbaring dengan nyenyaknya. Perempuan dengan paras cantik, rambut hitam, panjang yang mengurainya di tepian bantal. Handphone wanita cantik ini berbunyi pertanda telepon dari mama
            “aaappaa ma ?” dengan jawaban terbata-terbata ia mencoba membuka mata bening nan indahnya tersebut
            “sayang, udah siap-siap mau sekolah ya, nanti pulangnya mama jemput ya, mama tunggu di depan gerbang” suara mama yang selama ini hampir punah di telinganya, membuat ia bangkit dari tidurnya
            “mamaaaaa........ mama kemana aja ?Lika kangen mama. Iyaa nanti ketika pulang Lika langsung ke gerbang” tersenyum gembira dan ia pun langsung menutup telepon dari mamanya dan segera mandi serta bersiap-siap sekolah dengan perasaan yang sangat gembira.
            “Wah non, udah rapi nih, mari non sarapan dulu” sapa bibi, yang selalu ada buatnya ketika kedua orang tuanya pergi sibuk dengan urusannya.
            “hehehe iya bi. Emm, oh iya bi, nanti tolong kasih tau paman, Lika pulangnya dijemput sama mama” jawab Lika dengan menguntai senyum indah pancaran dari bibir merahnya
            Ketika sampai disekolah, Lika segera memasuki kelasnya yang berada cukup jauh dari aula depan, di sepanjang jalan Lika selalu menguntai senyum indah dan pancaran mata beningnya, sehingga tak heran jika ia memiliki banyak teman.
Apalagi Lika merupakan seorang gadis yang sering mendapatkan juara umum, tak hanya paras nan cantik, namun ia memiliki potensi tinggi untuk prestasi.
            “hay Sinta, gua mau cerita nih”, ia menyapa teman sebangkunya sambil meletakkan tas punggung miliknya diatas meja.
            “cerita apa ? baik atau buruk ni cerita ?” tanya Sinta dengan nada dan raut wajah yang penasaran.
            “hidihh, sepertinya mau banget ni denger cerita Lika. Emm, Lika mau cerita nih kalo nanti pulang, Lika di jemput mama. Akhirnya mama kangen juga sama Lika” dengan raut gembira dan ia memancarkan senyum merona di bibirnya, juga matanya berkaca-kaca.
            Wajar saja jika ia sedih karena sikap kedua orang tuanya, Lika merupakan wanita yang sedang beranjak dewasa dengan umur 15 tahun. Tentu sangat butuh pendamping seperti seorang mama.
            “loh, bagus dong. Syukur deh kalo gitu Ka. Oh iya, Kamu udah nggak PR Bahasa Indonesia yang mengarang itu ?” Sinta mencoba alihkan pembicaraan, iya tidak mau sahabat karibnya itu cerita banyak tentang kedua orang tuanya. Karena Lika hampir di setiap harinya meneteskan air mata hanya untuk kedua orang tuanya.
            “udah dong pastinya”, jawab Lika sambil mengusap air matanya, dan mencoba kembali ceria serta mencoba menutupi kesedihannya
            Tidak lama mereka berbicara, bel berbunyi tanda masuk telah berdering.
            “kriiiiinnggggg”
            Mata pelajaran jam pertama pun di mulai, dengan pelajaran Bahasa Indonesia, dan guru bidang studi Bu Rita telah memasuki kelas.
            “pagi anak-anak, baiklah hari ini ibu akan menjelaskan tentang perbedaan grafik, kurva, dan tabel. Dalam ibu menerangkan, Ibu harap kalian dapat memperhatikan dengan saksama, karena nanti Ibu akan memberi pertanyaan dari masing-masing kalian. Mengerti ?” Tanya Bu Rita.
            “mengerti Bu”. Jawab semua murid, kecuali Lika.
            Lika sibuk melamun, dan membayangkan bagaimana nanti ketika ia bertemu dengan mamanya.
            “Lika, coba jelaskan kembali apa itu tabel ?”, tanya Bu Rita dengan tegas dan memperlihatkan aura marah pada wajahnya.
            “eeeee......” jawab Lika dengan penuh kebingungan dan ketakutan
            “apa ? jawab dengan tegas”, perintah Bu Rita
            Lika hanya bisa terdiam dan menyesali perbuatannya. Dengan pandangan semua murid di kelas itu tertuju kepadanya, membuat ia semakin malu.
            “Kamu kenapa Lika ? akhir-akhir ini, Ibu perhatikan kamu sering melamun. Dulu kamu selalu aktif, sekarang kenapa ? hampir seluruh nilai keaktifan kamu di buku nilai Ibu tidak ada”, tanya bu Rita dengan penuh kekesalan.
            Lika hanya dapat menunduk, dan mencoba tenang dengan semua yang ia hadapi di saat itu.
            Ketika istirahat, ia langsung berlari menuju keluar. Dan duduk di dekat taman, sambil mengingat amarah Bu Rita yang sebelumnya ia tak pernah mendapatkan amarah tersebut. Baginya amarah seorang guru, bagaikan pisau yang sangat tajam
            “hay Lika, kamu kenapa sendirian disini ?”, sapa seseorang wanita yang ia tak kenal sebelumnya.
            “hemmm, kamu siapa ?”, mencoba menutupi perasaannya dengan tatapan bingung
            “oh iya, aku Vira. Siswi kelas XIPA3. Aku ingin sekali dapat berteman denganmu” menorehkan senyum tipis di bibirnya.
            Dengan tatapan yang masih sangat bingung Lika mencoba tersenyum kecil di bibirnya “boleh kok” jawabnya dengan singkat.
            Mereka pun akhirnya mulai berangsur-angsur akrab ketika istirahat itu, dan Lika pun sepertinya sangat yakin ada tujuan dan maksud tertentu Vira mendekatinya. Tak terasa bel istirahat pun telah berakhir, dan merekapun berpisah kelas. Lika menuju XIPA2 dan Vira pun menuju XIPA3.
            Ketika bell pulang, Lika langsung menuju pintu gerbang sekolah tanpa memikirkan Sinta yang memanggilnya. Ia berdiri sambil merogoh kantong bajunya untuk meraih handphone genggamnya. Dan ketika ia buka, ternyata udah ada pesan dan telepon dari mama. Ia buka pesannya, seketika itu raut wajahnya memerah, matanya berkaca-kaca. Ia baca perlahan-lahan pesan tersebut
            “Lika maafin mama ya sayang, sepertinya hari ini mama gak bisa jemput kamu. Mama harus keluar kota karna ada meeting mendadak. Maaf ya  sayang” pesan mama
            Tanpa ada kata-kata lagi ia langsung menyender lemas di pagar tersebut, tanpa mementingkan orang lain yang jalan di depannya. Dengan penuh tatapan kosong, ia mencoba menenangkan dirinya
            Tak lama, ia bersender Vira datang menghampirinya
            “Lika, kamu kenapa ? kok masih disini ?” tanya Vira dengan raut wajah polosnya
            “emmm, Lika nungguin mama, tapi mama gak jadi jemput” tetes demi tetes air matanya menyelimuti pipinya, ia tak dapat menahan rasa kesal bercampur kecewa terhadap mamanya. Ia pun bersender di bahu Vira.
            “Udah Lika, kamu yang sabar. Mungkin mama kamu ada keperluan mendadak di kantornya. Gimana kalo kamu ikut aku saja ?” tanya Vira, dengan mencoba menenangi teman barunya tersebut
            “mama dan papa Lika hampir gak pernah pulang ke rumah Ra, mereka sibuk dengan pekerjaan mereka. Lika bosan Ra, Lika kangen mereka yang dulu. Kita mau kemana ?” mencoba tegar dan perlahan-lahan mulai mengangkat kepalanya dari bahu Vira.
            “jangan begitu kamu Lik, mereka mencari uang kan untuk sekolah kamu. Ke rumah aku, mau nggak ?” jawab Lika
            “ke rumah mu ? oke, Lika juga gak punya temen main di rumah. Bentar Lika kasih tau bibi dulu. Biar nanti mereka gak nyariin Lika” menoreh senyumnya dan seakan-akan telah lupa dengan kejadian yang barusan ia hadapi
            Ketika sampai rumah Vira, betapa terkejutnya Lika melihat rumah yang begitu sederhana dan ada warteg di aula depan. Serta berdiri pula wanita paruh baya yang sepertinya telah menunggu kami dari tadi dengan raut wajah yang begitu khawatir
            “alhamdulillah kamu udah sampai, Nak. Ajak masuk sana temennya” sapa wanita tersebut dengan penuh keramahan dan etika yang baik
            “iya bu, Vira masuk dulu ya” jawab vira.
            Ketika mereka memasuki ruang tamu, Lika dan Vira segera duduk di sofa sambil meletakkan tas punggung miliknya, beristirahat sejenak dengan keadaan tubuh sedikit bersender di kepala sofa.
            “bentar ya Lika, aku ambilkan minum dulu” suara Vira yang memecahkan keheningan saat itu, membuat Lika terkejut.
            “oh iya-iya, terima kasih Vira” jawabnya dengan suara terbata-bata
            Ia pun tinggal sendiri di ruang tamu itu, ia mencoba berdiri dan melihat foto-foto pajangan yang ada di rumah Vira, ia melihat foto Vira bersama keluarganya. Seketika itu ia mulai meneteskan air mata lagi sambil bicara
            “andaikan aku begini, pasti hidupku sangat bahagia. Diberi perhatian dan kasih sayang dengan mama. Tapi sayangnya hanya mimpi bagiku”  terdengar begitu miris suaranya
            Ketika Lika sedang asik dan terpaku pada foto tersebut, Ibu Vira datang dan menyapanya
            “kamu Lika kan ?” tanya wanita separuh baya tersebut dengan wajah datar
            “emm, iya tante”, menorehkan senyum indahnya kepada perempuan separuh baya tersebut
            “oh iya, kamu udah izin belum sama orang tuamu kalo kamu main kesini ?” tanya wanita tersebut dengan penuh kelembutan
            “percuma tente, Lika beri tau mereka. Mereka juga gak ada peduli dengan kehidupan Lika. Mau Lika matipun mungkin mereka hanya sibuk dengan karir yang dapat menghasilkan uang, uang, dan uang”, jawab Lika dengan penuh amarah dan airmata yang tak terbendung lagi
            “husstt, jangan begitu Lika, bagaimanapun mereka adalah orang tua mu. Orang tua yang telah membesarkan mu. Tak ada satupun di dunia ini orang tua yang tidak peduli terhadap anaknya. Mereka mencari uang juga untuk kamu, untuk pendidikan dan kebutuhan kamu lainnya” jawaban wanita separuh baya ini begitu lembut dengan untaian tanggannya memeluk Lika dengan penuh kehangatan
            Lika merasa tenang dan bahagia ketika di peluk dengan wanita paruh baya tersebut. Tak lama, Vira pun datang membawa secangkir es sirup. Dan meletakkannya tepat di depan Lika. Mereka berbincang-bincang hingga sore hari dan tepat pukul 17.00 Lika udah ditunggu pamannya di halaman Vira. Ia pun berpamitan dan segera menuju ke mobil mewahnya.
            Ketika ia sampai di rumah, ia melihat mamanya telah ada. Namun Lika tetap saja kecewa karna terlihat di pangkuan mama ada laptopnya seakan-akan laptop tersebut menjadi penghalang untuk mama menyayanginya.
            “Lika, kamu udah pulang ?” tanya mama dengan pandangan terus menuju ke monitor laptop.
            Lika segera pergi mengabaikan pertanyaan mama menuju ke kamarnya. Sesampai ia di kamar, ia duduk di depan meja riasnya dan berkata
            “haruskah begini nasibku ? aku mempunyai orang tua yang lengkap namun salah satu dari mereka pun sama sekali lupa akan aku. Aku capek begini terus Ya Allah”, rintihnya sambil terus memandangi raut wajahnya yang kusut dan diselimuti air mata didepan cermin
            Keesokan harinya, tepat hari minggu. Hari dimana semua orang menikmatinya, karna tidak ada jam kantor, maupun sekolah. Tapi tidak pada Lika, yang justru hari buruk baginya. Ia mencoba tegar dan tenang menghadapi semua yang terjadi pada keluarganya. Di pagi hari yang cerah, ia mencoba menutupi kejadian kemarin dan mencoba membuka lembaran baru dengan senyuman indah yang selalu menghiasi wajahnya
            “Pagi non, mari sarapan” sapa Bibi di setiap pagi harinya
            “makasih bi, tapi Lika mau langsung ke rumah Vira”jawab Lika dengan senyumannya
            “eh non, tapi udah ada ibu di meja makan nungguin non”, jawab bibi dengan wajah bingung
            “udah lah bi, Lika keluar lewat pintu belakang. Lika gak mau ketemu mama” jawab ketus Lika
            Ketika ia keluar rumah , ia langsung menuju ke jalan raya dan mencari angkutan umum untuk mengantarnya ke rumah Vira yang bagaikan surga. Penuh dengan perhatian dan kasih sayang seorang ibu yang hampir punah dalam kehidupannya.
            Di perjalanannya, Handphone Lika selalu berdering pertanda mama yang sedang meneleponnya. Namun Lika hanya mengabaikannya. Lalu ketika untuk kesekian kalinya mama meneleponnya, barulah ia angkat
            “kenapa ?” tanya lika dengan suara yang datar
            “Kamu kemana sayang ? ada papa disini nungguin kamu. Cepat pulang ya sayang” suara lembut keibuan seperti baru kali ini dirasakan oleh Lika.
            “enggak ma, Lika mau ke tempat yang buat Lika nyaman” jawabnya dengan singkat
            “tapi kamu kemana ?” tanya mama dengan nada yang seakan-akan mengkhawatirkan dirinya. Lalu Lika menjawab
            “mama gak perlu tau Lika mau kemana dan dimana. Mama juga kan udah nggak peduliin Lika. Mama urusin aja tuh perusahaan mama” jawab ketus Lika
            “Lika, maksud kamu apa ? sopan sedikit dong bicaranya” suara mama yang mulai marah dengan perkataan Lika. Membuat suasana makin tegang.
            Namun, tanpa memperdulikan pembicaraan mama, ia segera memutuskan sambungan ia dengan mamanya.
            Ketika ia telah sampai rumah Vira, ia melihat dari kejauhan tampak seorang wanita baya yang sebelumnya telah ia kenal. Iya, lebih tepatnya mama Vira. Wanita tersebut sepertinya telah menunggu lama. Namun ketika Lika sudah tepat di depan halaman rumahnya, terdengar suara mobil yang mendesing dari kejauhan. Ia menoleh kebelakang secara perlahan-lahan, dan ternyata itu merupakan mobil mamanya. Betapa terkejutnya dia, dengan wajah yang memerah dan perasaan yang mulai tidak enak, membuatnya ia semakin takut dengan mamanya karna perkataan yang tadi ia ucapkan kepada mamanya.
            “Lika.........” panggilan tersebut adalah suara nyaring khas mamanya. Ia terdiam tanpa ada suara yang keluar dari mulutnya.
            Setelah mama meletakkan mobilnya, ia turun dengan gaya kantoran yang biasa telah ia lakukan di setiap harinya. Lika pun semakin cemas
            “apa yang akan dilakukan mamaku ini Ya Allah ?” tanyanya dalam hati
            “Lika, ngapain kamu ke pemukiman kumuh seperti ini ?” dengan suara yang meninggi membuat tetangga sekitar berhamburan keluar. Vira hanya dapat menyaksikan dengan raut wajah sedih.
            “apa maksud mama bicara begitu ?” sentak Lika
            “Berani bentak mama kamu sekarang. Belajar dari mana kamu. Dari perempuan ini !” sambil menunjuk 2 orang wanita yang tidak lain adalah Vira dan Ibunya
            “Kamu, kamu apakan anak saya sehingga ia mau ke rumah mu ?” nada yang semakin meninggi
            “bu, kami memang miskin tapi kami punya harga diri. Udah cukup ibu hina permukiman kami, jangan ibu tuduh lagi atas pencucian otak anak ibu” Ibu Vira tidak cukup kuat menahan air mata yang telah menyelimuti pipinya.
            Lika pun tak kuat melihat ini semua, ia menggenggamkan tangannya, wajahnya pun memerah. Dengan tegas ia mengatakan
            “cukup ma, cukup..... mereka memang gak punya apa-apa tapi mereka memiliki kasih sayang yang luar biasa kepada Lika. Lika gak pernah butuh kekayaan, kemewahan dan segala fasilitas yang telah mama berikan. Lika hanya butuh kasih sayang dan perhatian mama. Cuman itu ma. Semua yang mama kasih ke Lika tidak pernah cukup untuk membayar kasih sayang mama. Karna itulah alasan Lika, Lika pergi kesini tanpa memberitahukan mama” Tegas Lika, ia pun  tak dapat menahan air matanya. Setetes demi setetes air matanya jatuh.
            Mamapun hanya dapat terpaku dan terdiam meratap ke bawah, tampak wajah penyesalan yang luar biasa dari raut wajahnya. Ia mencoba menghapus air matanya. Seketika itu juga, Lika langsung pulang dan meninggalkan mamanya yang masih berada di depan rumah Vira.
            Sesampainya di rumah, ia langsung memasuki kamarnya dan menangis, hingga ia tidak pedulikan lagi bibi dan paman yang menyapanya. Tak lama Lika sampai, mama menyusulnya dan langsung menuju ke kamar Lika.
            “Lika, maafin mama. Selama ini mama tidak pernah memberikanmu kasih sayang dan perhatian seperti yang mereka berikan” tangis mama dengan suara lembuh khas seorang keibuan.


            Lika hanya diam, tidak memberi komentar apa-apa
            “Lika, mama janji jika kamu mau maafkan mama, mama janji untuk dapat membagi waktu kepadamu” kata mama
            Tidak lama mama diam dari perkataannya, Lika pun akhirnya bicara
            “Lika sayang mama, Lika butuh mama” jawabnya dengan penuh perasaan sedih
            “Mama juga sayang kamu, Nak” memberikan senyuman dan memeluk Lika
            “Mama janji ya sama Lika gak bakal ngulangin perbuatan yang sama ?”tanyanya dengan tatapan mata penuh harapan.
            “oke, mama janji” tetap memeluk Lika dan mencium keningnya

            Semenjak kejadian pilu di halaman rumah Vira, Lika dan mamanya pun kembali bersatu dengan perjanjian mama yang dapat membagi tugas rumah dan kantornya. Kini mereka pun bahagia


END











Identitas Diri
Nama              : Wulan Sari Puspita Ningrum
Angkatan        :2013
Asal Sekolah   : SMA Negeri 2 Kota Jambi

1 komentar:

  1. Easy "water hack" burns 2 lbs OVERNIGHT

    More than 160,000 men and women are utilizing a simple and secret "liquids hack" to lose 1-2lbs each and every night while they sleep.

    It's effective and works with anybody.

    This is how you can do it yourself:

    1) Get a clear glass and fill it up half full

    2) And now use this awesome HACK

    so you'll be 1-2lbs thinner as soon as tomorrow!

    BalasHapus